Kegiatan

BERITA ACARA: Gerakan Seribu Susu untuk Anak Jalanan

"Sebuah Perjalanan Kesyukuran"

 

siang itu suara bising kereta menjadi latar rapat kami, tak seperti biasanya kami rapat dengan ketenangan masjid atau kebisuan kelas di salah satu kampus, saat itu kami memilih bertandang ke salah satu stasiun terbesar di JAbodetabek--Stasiun Manggarai--. Bukan tak ada alasan kami datang ke stasiun itu, hari itu 10 Juni 2012, kami—SRIKANDI FoSSEI Jabodetabek--akan melaksanakan agenda yang telah lama kami tunggu, GESER SAJA (Gerakan Seribu Susu untuk Anak JAlanan).

Sebelum memulai aksi kami berdo’a bersama, dipimpin oleh Dewi Novita Sari dan dilanjutkan oleh pengarahan dari sahabat kerja kami kali itu Komunitas Pecinta Kereta Api, “Sepur Edan, sebut saja seperti itu” ujar Abi, salah satu anggota PKA Jatinegara.

Setelah menyiapkan amunisi, kami mendekati satu persatu anak jalanan. Sasaran pertama kami adalah sebuah keluarga, Ibu dengan 3 orang anak yang masih Balita. Dengan wajah yang kumal dan baju yang lusuh, duduk di tangga peron, kami membuka pertemuan itu dengan bincang-bincang kecil. Saat asik bertanya ini itu, salah satu anak ibu tersebut melemparkan sendalnya ke muka ibunya, kami tak memahami penyebabnya, dan dalam waktu sepersekian detik ia menangis, saat salah satu staf srikandi mendekatinya, ia menolak, kamipun bingung. Sekali lagi ia mengambil ancang-ancang melempar sendalnya. Saat itu kami sepakat dalam diam, bertanya, merenung “Kerasnya hidup membentuk karakter yang tak jauh dari keadaannya”.

Setelah mendapat kebingungan di aksi pertama, alhamdulillah untuk kedua dan ketiga kalinya kami mulai terbiasa, dengan beribu respon dari mereka, tawa, wajah yang dingin, sikap malu-malu, atau terlampau kritis menanyakan ini itu. Puas mengitari stasiun Manggarai, kamipun berpindah ke Stasiun Jatinegara, sekaligus bersilaturahim ke Basecamp Sepur Edan.

Sampai di Stasiun Jatinegara, perut keroncongan membawa kami pada sebuah warung makan kecil di samping rel kereta, jangan membayangkan sebuah rumah makan berbentuk rumah atau tenda, hanya berbekal payung yang menutupi makanan di atas meja kayu kecil dan sebuah box berisi minuman., bukan bangku kayu apalagi sofa mahal yang menjadi alas duduk kami, tapi besi rel yang menjadi alas duduk kami, mejanya tangan-tangan kami sendiri, music yang mengalun bukanlah suara piano atau music dari tip ataupun laptop, hanya suara bising kereta dan pegawai kereta yang memberikan kabar dari pengeras suara. Setelah menikmati makan siang yang begitu istimewa, kami melanjutkan aksi kami. Kali ini kami menyebar langsung.

Saat senja telah menyapa langit Jatinegara, beberapa anak jalanan mulai banyak berkumpul, “Itu mereka beberapa udah pulang kerja”Kata Abi menjelaskan, kamipun memutuskan untuk merapat dan mencoba berbincang-bincang, canda renyah mereka, hidup seperti tak memilki beban. Sampai kami mengajak mereka berfoto, salah satu dari mereka berujar “Kite dapet dimana nih nanti fotonya ka, diupload yah”. Betapa sederhana kebahagiaan bagi mereka, sekedar berfoto rasanya sudah menjadi permainan paling menghibur bagi mereka.

Saat gelap mulai turun, usai menunaikan shalat maghrib, sebuah harapan dilangitkan, berpilin, menyebar bersama aliran darah, Sejuta kesyukuran terus terucap. Terima Kasih Allah atas apa yang Kau berikan.

“Saat saya harus bertanya, kenapa Allah tempatkan saya di jalan ini, jalan bernama Ekonomi Islam, maka saat ini saya mendapati jawabannya, karena Allah takdirkan aku untuk ada bagi mereka, maka gerakan ini adalah wujud kesyukuran saya bersama SRIKANDI FoSSEI Jabodetabek, atas skenario yang Allah tuliskan ini, saudara/I aku bersyukur ada bersamamu”(TFR)